Kenapa Kecocokan dengan Pekerjaan Itu Penting? Ini Hasil Penelitian yang Relevan Buat First Jobber

Kenapa Kecocokan dengan Pekerjaan Itu Penting? Ini Hasil Penelitian yang Relevan Buat First Jobber

Kenapa Kecocokan dengan Pekerjaan Itu Penting?

Ini Hasil Penelitian yang Relevan Buat First Jobber.

Pekerjaan Pertama: Cocok Gak Cocok, Itu Wajar.  Kalau kamu baru saja lulus kuliah atau sedang menjalani tahun-tahun awal dalam dunia kerja, kamu mungkin pernah bertanya-tanya:

“Apakah ini pekerjaan yang tepat buatku?”
“Kalau aku gak cocok sekarang, apakah harus langsung pindah kerja?”

Tenang, kamu gak sendirian. Banyak orang mengalami kebingungan serupa di awal karier mereka. Tapi tahukah kamu, ternyata ada penelitian serius yang membahas soal ini secara ilmiah—dan hasilnya bisa bikin kamu sedikit lebih tenang.

Dalam artikel ini, kita akan bahas satu studi penting dari Belanda yang memotret perjalanan para anak muda dalam mencari (atau membentuk) kecocokan dengan pekerjaan mereka. Yuk, kita kupas tuntas!

Tentang Penelitian Ini

Judul asli penelitiannya adalah The Development of Person–Vocation Fit: A Longitudinal Study Among Young Employees” oleh Jan A. Feij dan timnya. Penelitian ini dilakukan selama empat tahun dengan melibatkan 492 pekerja muda usia 18–26 tahun.

Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat:

  • Seberapa besar pengaruh kecocokan antara minat pribadi dan tuntutan kerja terhadap kepuasan kerja.

  • Apakah ketidaksesuaian membuat orang berpindah kerja.

  • Dan apakah kecocokan itu bisa tumbuh seiring waktu.

Apa Itu “Person–Vocation Fit”?

Secara sederhana, person–vocation fit adalah kecocokan antara siapa dirimu (minat, kepribadian, nilai) dengan apa yang dibutuhkan dalam pekerjaanmu (skill, tugas, tanggung jawab).

Kalau kamu suka menulis dan bekerja di posisi content writer—itu contoh fit. Tapi kalau kamu suka kreatif tapi kerjaannya monoton, mungkin kamu belum merasa cocok.

Hasil Penelitiannya: Relevan Banget Buat First Jobber

Apa aja hasil penelitiannya ini?

Ternyata ada 3 hasil penelitian selama 4 tahun ini, antara lain :

1. Cocok = Lebih Puas dan Termotivasi

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa tingkat kecocokan antara minat pribadi dan tuntutan pekerjaan punya dampak langsung terhadap kepuasan kerja. Artinya, ketika kamu merasa pekerjaan yang kamu jalani sesuai dengan apa yang kamu sukai dan kuasai, maka:

Kamu akan merasa lebih puas dengan pekerjaanmu.

Kepuasan kerja bukan hanya soal gaji atau fasilitas kantor. Ketika kamu mengerjakan hal-hal yang kamu anggap menarik, menantang, dan sesuai dengan dirimu, kamu akan merasa lebih nyaman dan puas secara psikologis. Kamu bangun pagi dengan perasaan siap, bukan terpaksa.

Motivasi kerja jadi lebih tinggi.

Kecocokan pekerjaan memicu semangat. Saat kamu menikmati apa yang kamu kerjakan, kamu akan lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugas, memberikan ide-ide baru, dan belajar lebih cepat. Energi positif ini muncul secara alami karena pekerjaan terasa bermakna.

Kamu cenderung lebih setia dan betah di perusahaan.

Loyalitas bukan hanya soal masa kerja yang panjang. Rasa memiliki terhadap pekerjaan dan tempat kerja akan muncul ketika kamu merasa “ini tempat yang tepat untukku”. Kamu tidak buru-buru mencari peluang baru karena kamu merasa sedang tumbuh di tempat yang sesuai.

Singkatnya:

“Kalau kamu merasa cocok dengan pekerjaanmu, kerja bukan cuma jadi kewajiban, tapi jadi bagian dari jati dirimu.”

Jadi buat kamu yang sedang mempertimbangkan apakah kamu berada di tempat yang tepat, coba refleksikan tiga hal ini:

  • Apakah kamu merasa puas secara pribadi?

  • Apakah kamu punya energi positif saat bekerja?

  • Apakah kamu melihat masa depan di tempatmu sekarang?

Kalau jawabannya “iya”, besar kemungkinan kamu sedang berada dalam posisi yang fit—dan itu sesuatu yang sangat berharga di awal karier.

kecocokan dengan pekerjaan

kecocokan dengan pekerjaan

2. Gak Cocok Bukan Berarti Harus Resign

Di awal-awal kerja, wajar banget kalau kamu merasa bingung, kurang nyaman, atau bahkan gak yakin sama pilihan pekerjaanmu. Banyak dari kita pernah ada di titik itu—merasakan bahwa pekerjaan ini “kayaknya bukan gue banget.”

Tapi menariknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa merasa tidak cocok di awal bukan berarti kamu harus langsung keluar dari pekerjaan tersebut. Justru banyak peserta dalam studi ini yang memilih untuk tetap bertahan, meskipun pada awalnya mereka merasa kurang “klik”.

Kenapa mereka bertahan? Karena:

Mereka memberi waktu untuk adaptasi.

Transisi dari dunia kampus ke dunia kerja bukan hal yang mudah. Ada banyak hal baru yang harus dipelajari—budaya kerja, ritme, ekspektasi atasan, hingga dinamika tim. Kadang, rasa gak cocok itu bukan karena pekerjaanmu salah, tapi karena kamu masih dalam tahap menyesuaikan diri.

Mereka mengenal lebih dalam dulu sebelum memutuskan.

Kadang kita menilai sebuah pekerjaan hanya dari kesan pertama atau tugas yang terlihat di permukaan. Tapi setelah dijalani lebih lama, kamu bisa mulai memahami peranmu lebih dalam, melihat peluang berkembang, atau menemukan aspek menarik yang sebelumnya tidak kamu sadari.

Mereka aktif mencari cara agar pekerjaan terasa lebih bermakna.

Daripada buru-buru pindah, beberapa orang justru mencari celah—entah itu dengan membangun komunikasi yang lebih baik dengan atasan, meminta tantangan baru, atau menyesuaikan ekspektasi pribadi terhadap realita kerja.

Insight Buat Kamu:

“Ketidakcocokan di awal bukanlah akhir dari cerita. Bisa jadi, itu hanya awal dari proses penyesuaian dan pertumbuhan.”

Jadi, sebelum kamu memutuskan untuk resign karena merasa gak cocok:

  • Tanyakan dulu ke diri sendiri: Apakah ini benar-benar masalah fit, atau aku hanya butuh waktu?

  • Beri ruang untuk eksplorasi: Apa yang bisa aku ubah dari cara kerja atau cara pandangku terhadap pekerjaan ini?

  • Coba lihat dari perspektif jangka panjang: Apakah ada potensi berkembang di sini jika aku bertahan lebih lama?

Karena pada akhirnya, banyak orang yang merasa cocok dengan pekerjaannya justru setelah melalui fase yang serba “gak yakin” di awal.

3. Kecocokan dengan Pekerjaan Bisa Berkembang Seiring Waktu

Selama empat tahun, rata-rata tingkat kecocokan peserta dengan pekerjaannya meningkat. Artinya, kadang kita belajar cocok—baik karena pengalaman, pelatihan, atau cara pandang yang berubah.

4. Yang Sering Berubah Itu Cara Kita Melihat Pekerjaan

Minat pribadi relatif stabil. Tapi persepsi kita terhadap pekerjaan—apakah itu menarik, bermakna, atau bermanfaat—bisa berubah. Kadang, kerjaan yang awalnya terasa “biasa aja” jadi terasa pas karena kamu mulai menguasainya.

Tips Buat Kamu yang Lagi Menjalani Pekerjaan Pertama

✔️ 1. Beri Waktu untuk Adaptasi

Wajar kalau kamu belum merasa cocok di tiga atau enam bulan pertama. Banyak orang butuh waktu lebih lama untuk benar-benar nyaman dengan pekerjaannya.

✔️ 2. Evaluasi, Jangan Panik

Kalau kamu merasa gak cocok, coba evaluasi: apakah karena pekerjaannya, lingkungannya, atau ekspektasimu yang perlu disesuaikan?

✔️ 3. Bangun Kecocokan Secara Aktif

Kamu bisa membentuk fit itu—dengan cara belajar skill baru, berdialog dengan atasan, atau menemukan bagian dari pekerjaanmu yang kamu nikmati.

✔️ 4. Jangan Takut Eksplorasi

Kalau setelah mencoba kamu tetap merasa jauh dari cocok, tak apa untuk mulai mencari alternatif. Tapi lakukan dengan tenang dan terencana.

✨ Kesimpulan: Kecocokan Dengan Pekerjaan Itu Proses

Dari hasil studi ini, kita belajar bahwa menemukan pekerjaan yang cocok tidak selalu instan. Bahkan banyak dari kita yang belajar untuk cocok lewat proses, pengalaman, dan waktu.

Jadi, buat kamu para first jobber, ingat: perjalanan karier itu maraton, bukan sprint. Kecocokan dengan pekerjaan itu bisa dibentuk, asal kamu terbuka untuk tumbuh dan terus belajar.

3 Hal yang Menunjukkan Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL?

3 Hal yang Menunjukkan Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL?

Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL? – Sepenting apa koordinator PKL dalam sebuah bisnis yang menggunakan siswa PKL sebagai salah satu model bisnisnya?

Barangkali kita lebih banyak berpikir bahwa koordinator PKL hanya berperan sebagai penjaga siswa PKL agar mereka mengerjakan tugas yang diberikan, tertib dan disiplin.  Sebuah pemahamanan umum, yang sebelumnya saya juga berpikir demikian hingga akhirnya membaca sebuah jurnal internasional tentang pengelolaan sumber daya manusia dengan judul,  Impact of person-job fit and person-organization fit on employee engagement: Moderating role of supervisor support yang ditulis oleh Hossain, et. al (2023).

Artikel dalam jurnal tersebut menjelaskan bagaimana peran supervisor bisa meningkatkan keterlibatan tim dengan pekerjaannya (employee enggagement).  Keterlibatan tim dengan pekerjaannya ini diartikan sebagai kemampuan tim untuk bekerja sepenuh hati demi pencapaian tujuan perusahaan yang juga menjadi tujuan dari dirinya.  Memiliki tim yang memiliki tingkat keterlibatan tinggi akan meningkatkan kinerja sekaligus mengurangi tindakan-tindakan yang merugikan dalam kerja seperti penurunan disiplin, merusak properti kantor atau merusak motivasi kerja tim lainnya. Segenap kemampuan terbaiknya juga akan dikerahkan demi hasil yang optimal pada tim yang memiliki keterlibatan tinggi dalam pekerjaan.

Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL?

Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL?

Sepenting Apakah Peran Koordinator/Supervisor PKL?

Dalam konteks siswa PKL, mereka yang belum pernah mengalami dunia kerja, maka pengalaman PKL akan menjadi pengalaman pertama mereka di dunia kerja.  Sehingga apa yang didapatkan dalam masa PKL ini akan menentukan apakah mereka akan terus meneruskan bidang yang saat ini dilakukan di dunia industri saat PKL ataukah mereka akan berpindah ke bidang lain karena tidak tertarik dengan bidang tersebut.

Berkaitan dengan komitmen untuk melaksanakan tugas, dimana mereka keterikatannya pada tugas hanya pada nilai dan kewajiban yang diberikan perusahaan, maka diperlukan sebuah upaya agar kemampuan terbaik mereka menjadi muncul.  Salah satu cara yang efektif untuk memunculkan kemampuan terbaik itu adalah dengan adanya bimbingan dari koordinator/supervisor PKL yang mau mendengarkan, menghargai dan memperhatikan mereka selama PKL.

Dengan demikian, peran koordinator PKL/supervisor PKL bukan hanya sekedar memastikan mereka menyelesaikan pekerjaan dan tugas yang diberikan, tetapi juga bagaimana mereka bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya sehingga talent dan bakat digital nya bisa keluar.  Yang kemudian akan menjadikan mereka sebagai digital talent yang siap dengan segenap dinamika di industri ini.

Untuk dapat menjalankan tugas tersebut, maka kemampuan yang perlu dimiliki oleh koordinator/supervisor PKL bukan hanya sekedar kemampuan teknis digital tetapi juga kemampuan untuk membimbing, mengevaluasi, mengapresiasi, memberikan arahan dan meyakinkan siswa PKL agar mereka dapat melakukan tugas dengan sepenuh hati.  Kemampuan memimpin dan komunikasi juga menjadi penting agar pesan-pesan penting dapat disampaikan dengan tepat sekaligus mampu memotivasi siswa ketika sedang mengalami kejenuhan dalam menjalankan tugas di tempat PKL.

Disinilah program pelatihan yang sesuai bagi calon koordinator/supervisor PKL perlu diberikan agar mereka siap dengan setiap dinamika yang dihadapi ketika menghadapi siswa PKL.

Rahasia Melatih Calon Koordinator/Supervisor PKL

Apakah semua orang bisa mengikuti program ini?

Untuk bisa mendapatkan koordinator/supervisor yang tepat maka sebelum melakukan pelatihan perlu dilakukan asesment supaya biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan tidak sia-sia.  Kenapa hal ini penting?

Karena tidak semua orang bisa menjadi koordinator/supervisor PKL.  Dibutuhkan beberapa prasyarat agar seseorang dapat menjalankan peran ini dengan baik.  Beberapa prasyarat yang dibutuhkan antara lain :

  1. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik
  2. Memiliki kemampuan memimpin
  3. Memiliki keluwesan berinteraksi dengan remaja

Ketiga hal tersebut menjadi prasyarat awal yang penting selain kemampuan teknis yang nantinya berguna dalam mengarahkan dan membimbing siswa PKL.

Siswa PKL yang notabenenya adalah remaja memiliki karakteristik interaksi yang berbeda dengan kelompok usia lainnya.  Mereka memiliki beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan, sehingga memahami mereka akan menjadi modal dasar yang penting. Antara lain :

  1. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
  2. Berada di fase galau tentang masa depan mereka
  3. Memiliki banyak pertanyaan tentang bagaimana dunia berjalan
  4. Memiliki banyak ketidakpuasan dengan sekitarnya yang perlu dikelola

Dengan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang remaja, maka akan lebih mudah bagi koordinator/supervisor dalam mengarahkan dan memimpin mereka.  Karena mereka tidak akan bisa dipimpin dengan perintah dan otoritas, yang mereka butuhkan adalah teman/kakak yang mau mendengarkan dan menjadi teman diskusi.

Karakteristik unik inilah yang perlu dipahami sehingga masa PKL akan menjadi masa berkesan bagi mereka, bagi perusahaan mereka akan memberikan karya terbaiknya.  Gambaran inilah yang akan menjelaskan sepenting apakah peran koordinator/supervisor PKL bagi perusahaan.